Bahwa “Tuhan tidak perlu dibela”, itu sudah dinyatakan oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam
suatu tulisannya yang kemudian menjadi judul salah satu buku kumpulan karangannya yang diterbitkan beberapa tahun lalu. Tapi, bagaimana dengan umat-Nya atau manusia pada umumnya?
“Merekalah yang sebenarnya justru perlu dibela” ketika mereka menuai ancaman atau mengalami ketertindasan dalam seluruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama. Konsekuensi dari pembelaan, adalah kritik, dan terkadang terpaksa harus mengecam, jika sudah melewati ambang
toleransi. “Pembelaan”, itulah kata kunci dalam esai-esai kumpulan tulisan Abdurrahman Wahid kali ini. Maka, bisa dikatakan, esai-esai ini berangkat dari perspektif korban, dalam hampir semua kasus yang dibahas. Wahid tidak pandang bulu, tidak membedakan agama, etnis, warna kulit, posisi sosial, agama apapun untuk melakukannya. Bahkan, Wahid tidak ragu untuk mengorbankan image sendiri—
sesuatu yang seringkali menjadi barang mahal bagi mereka yang merasa sebagai politisi terkemuka— untuk membela korban yang memang perlu dibela. Maka orang sering terkecoh bahwa seolah Wahid sedang mencari muka ketika harus mengorbankan dirinya sendiri. Munculnya tuduhan sebagai ketua ketoprak, klenik,
neo-PKI, dibaptis masuk Kristen, kafir, murtad, agen Zionis Yahudi dan sebagainya, tidak akan menjadi beban bagi dirinya ketika harus membela korban.
Siapa yang tak kenal KH Abdurahman Wahid atau yang lebih akrab di panggil Gus Dur mantan presiden ke 4 ini juga tokoh prulralisme Indonesia adalah salah satu putra terbaik yang terbaik Indonesia walaupun beberapa pemikiran dan perkataannya sangat kontroversial beliau adalah salah satu orang yang yang sangat cerdas dan pemikirannya sangat menrik kita pahami.
PENULIS : KH ABDURRAHMAN WAHID
PENERBIT : THE WAHID INSTITUTE
WEB : www.wahidinstitute.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar